You are currently browsing the category archive for the ‘muchith muzadi’ category.

 

Ajengan Cipasung; Biografi KH Moh Ilyas Ruhiat

Penulis : Iip D. Yahya
Cetakan : 1, Juli 2006
Tebal : xxxix + 327 halaman
Peresensi : Muhammadun AS*Deskripsi: Dalam khazanah budaya Sunda, dikenal adanya tiga pembagian kekuasaan yang setara dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Ketiga lembaga kekuasaan itu menyatu dan saling mendukung. Kekuasaan yang dihormati adalah kekuasaan rohaniah yang disebut resi. Kekuasaan kedua disebut ratu, yakni pihak eksekutif yang memerintah ketiga kampung kekuasaan. Dalam bahasa yang lebih primordinal disebut negara. Dan alamat ketiga adalah rama yang tak lain adalah rakyat, yang lembaganya mengurusi keamanan dan pertahanan ketiga kesatuan tripartit kampung. Dengan demikian, ketiga lembaga memiliki pucuk pimpinan atau jawaranya sendiri-sendiri, yakni jawara rohaniah, jawara eksekutif, dan jawara silat.

Sosok kharismatik ajengan Cipasung Tasimalaya yang dibedah biografinya dalam buku ini tak lain adalah sosok resi yang telah mensenyawakan dirinya dan mentalitas spiritualitas Islam secara natural dengan mentalitas budaya Sundanya di Cipasung. Dia bernama KH Moh Iyas Ruhiat. Dilahirkjan hari Ahad, 12 Rabiul Awwal 1352 H/31 Januari 1934. Namanya sebagai tafa’ul terhadap tokoh muda pesantren yang tengah naik daun saat itu, KH Muhammad Ilyas, yang pernah menjabat Menteri Agama dalam tiga periode (h. 37). Sejak kecil sampai dewasa, Endang Ilyas (anak kiai diseputar Tasikmalaya lazim dipanggil Endang), dididk oleh orang tuanya sendiri. Ajengan Ruhiat, bapak Endang Ilyas, adalah perintis pesantren Cipasung. Ajengan Ruhiat termasuk pelopor masyarakat Tasimalaya dalam menghadang imperialisme penjajahan Belanda, sehingga pada 17 November 1941 beliau ditangkap dan ditahan bersama ulama terkemuka, KH Zainal Musthofa di Penjara Sukamiskin dan dibebaskan 10 Januari 1942 (h. 29). Kegigihan sang ayah, sekaligus guru yang paling disegani Endang Ilyas, inilah yang menjadi spirit Ilyas untuk terus belajar secara tekun dan selalu bersikap tegar yang nantinya mampu menjadi modal memperjuangkan masyarakat Cipasung.

Kecerdasan dan ketegarannya membuat orang tuanya bangga, sehingga ketika sang Ayah merasa sakitnya parah, Endang Ilyas langsung dibai’at oleh ayahanda sebagai penerus kepemimpinan pesantren Cipasung. Ditangan Moh Ilyas, Cipasung sejak tahun 1980-an sampai sekarang menjadi pesantren besar yang penuh prestasi. Terlebih ketika Ajengan Ilyas terpilih sebagai pelaksana harian Rais Aam PBNU yang ditinggalkan KH Ahmad Siddiq dalam Munas Lampung tahun 1992. Dan kemudian beliau terpilih kembali sebagai Rais Aam PBNU dalam Muktamar XXIX tahun 1994 di pesantrennya sendiri, Cipasung. Kesuksesan Ajengan Ilyas menjadi Rais Aam PBNU membuktikan akan teguhnya beliau sebagai seorang resi. Dan beliau sampai saat ini, adalah satu-satunya orang Sunda yang pernah menduduki posisi Rais Aam. Karena dalam kepemimpinan NU, jabatan Rais Aam selalu diisi orang Jawa. Dan perlu dicatat, Rais Aam bukanlah sekedar jabatan. Yang terpilih (bukan dipilih) adalah mereka yang kharismatik dan benar-benar menjadi panutan ummat. Sebut saja mislanya KH Hasyim Asy’ari, KH A. Wahab Hasbullah, dan KH Bisri Sansuri.

Sosok resi yang melekat dalam diri Ajengan Ilyas sangat dirasakan oleh seluruh warga NU dan pesantren. Beliaulah yang menjadi siger tengah (tokoh moderat) dalam konflik elite NU di Munas Lampung 1992. Waktu itu, Gus Dur berseteru dengan pamannya sendiri, KH Yusuf Hasyim, dan KH Ali Yafie. Pada Muktamar Cipasung tahun 1994, ketika Gus Dur dan Abu Hasan berseteru, bahkan karena tidak terpilih, Abu Hasan akhirnya mendirikan NU tandingan bernama KPPNU, Ajengan Ilyas tampil lagi sebagai siger tengah yang mengembalikan keutuhan jam’iyyah dan jama’ah NU. Ketika warga NU digegerkan oleh Naga Hijau dan Ninja yang membantai warga Banyuwangi, beliau bersama Gus Dur tampil dengan santun menyelesaikan konflik tersebut dengan damai. Dan ketika warga NU sedang bergairah era reformasi, beliau juga merestui lahirnya PKB yang kemudian mengantarkan Gus Dur sebagai Presiden ke-4 RI. Sampai sekarang, walaupun kondisi fisik beliau sudah sangat lemah, ketika warga NU diterpa godaan politik yang menggoyahkan Khittah 1926, beliau tetap bersungguh-sungguh mempertahankan Khittah yang diwariskan para sesepuh NU.

Totalitas perjuangan Ajengan Ilyas dalam NU sangatlah besar dan dikagumi warga NU. Tidak hanya warga NU, tetapi seluruh bangsa. Karena di Jawa Barat beliau juga sering memelopori dialog lintas agama dan linta sektoral. Beliau selalu menggandeng Muhammadiyah dalam persoalan umat Islam. Dalam pluralitas keberagamaan, beliau selalu menggendeng para pemuka agama Indonesia, termasuk ikut masuk dan berceramah di pesantrennya. Walaupun demikian, beliau tetap santun dan rendah diri. Menduduki posisi tertinggi di NU, beliau tetap tinggal di Cipasung. Karena baginya, Ilyas dan Cipasung bagai biji yang tumbuh ditanahnya sendiri. Cipas(sumber: http://www.nu.or.id)

Cinta Adalah Kesunyian

Penulis: Anton Kurnia
Jumlah Halaman: xiv + 164 Hal
ISBN: 979-9492-61-0
Terbit: Mei 2002
Harga: 18.500
Kategori: Pustaka Sastra

Deskripsi: Apa yang diinginkan Kiai Saifuddin mungkin cukup jauh melampaui apa yang dibayangkannya. Pertama, buku berbentuk otobiografi, kala itu, bukan saja masih sangat langka ditulis oleh kalangan dunia pesantren, tetapi juga bahkan oleh tokoh-tokoh di luar pesantren. Kedua, kendati ini otobiografi, tetapi tokoh Saifuddin Zuhri bukanlah sentral di dalamnya. Dunia pesantrenlah yang mengemuka. Karena itu, yang muncul kemudian bukanlah suatu snob atau latah seorang tokoh-gejala yang kerap muncul dalam biografi/otobiografi-, tapi mozaik dan pernik dunia pesantren yang “sering diartikan umum secara salah bahkan disertai penilaian yang negatif” itu

Kiai Kelana

Penulis: Moch Eksan
Jumlah Halaman: xvi + 184 hal
ISBN: 979-8966-57-0
Terbit: Jan 2000
Harga: 22.000
Kategori: NU dan Pesantren

Deskripsi Buku: Biografi Kiai Muchith Muzadi Inilah (sepenggal) episode kehidupan seorang Kiai yang bisa disebut sebagai “laboratorium”, “kamus” dan “katalog”nya NU. Kiai Muchith Muzadi adalah sosok yang disebut-sebut mewarnai gagasan KH Ahmad Shiddiq (manata Rais Am PBNU)., tentang beberapa hal yang amat penting, misalnya soal: Khittah NU, Islam dan Asas Tunggal. Selain itu juga gagasan tentang trilogi Ukhuwah yang sangat kaya dan mendalam: Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathaniyah, Ukhuwah Basyariah. “Di depan hidup dan sejarah yang ramai, gaduh dan carut-marut, maka sebaiknya kita tetap bisa berdiri santai, tidak kehilangan humor dan kejenakaan.” Agaknya pesan seperti inilah diantaranya, yang bisa kita petik dari seorang Kiai Muchith Muzadi.

Kultur Hibrida

Penulis: Hairus Salim & Muhammas Ridwan (ed)
Jumlah Halaman: viii + 272 hal
ISBN: 979-8966-69-4
Terbit: Nov 1999
Harga: 28.000
Kategori: NU dan Pesantren

Deskripsi: Kultur Hibrida ini merupakan kumpulan biografi sembilan tokoh muda berlatar belakang NU dan atau pesantren, yang menyangkut latar belakang, biografi intelektual, perhatian dan aktivitas yang mereka lakukan. Kesembilan tokoh muda ini dapat dikelompokkan pada tiga bagian; pertama, intelektual muda; kedua, seniman; ketiga, pekerja sosial yang bergerak pada bidang pe-nguatan masyarakat petani, buruh, pekerja rumah tangga, pendampingan anak jalanan, dan aktivis gerakan mahasiswa. Merekalah beberapa sosok muda yang secara tekun dan giat bergerak secara konsisten di jalur kultural

Anak Bangsawan Bertukar Jalan

Penulis: Budiawan
Jumlah Halaman: xiv + 248 Hal
ISBN: 979-8451-36-8
Terbit: 2006
Harga: 28500
Kategori: Sosial Budaya